#WilisMarsigit
#Marsigitism
Marsigit Filsafat
Marsigit Philosophy
2019 Semester 1
Wilis Putri Hapsari PEP A 2019
Tulisan
ini merupakan bagian dari salah satu tugas matakuliah Filsafat Ilmu
yang diampu oleh Prof Dr. Marsigit, M.A, berikut adalah link yang bisa
digunakan untuk menuju ke tulisan-tulisan beliau
klik disini
#WilisMarsigit
#Marsigitism
Berikut ini adalah permasalahan-permasalahan yang terdapat di Sekolah Dasar berikut dengan penjelasan filosofisnya:
1. Presepsi Siswa
Filsafat persepsi terkait dengan sifat dasar pengalaman perseptual
dan status objek perseptual, terutama bagaimana pengalaman perseptual
berhubungan dengan penampilan dan kepercayaan mengenai dunia. Pandangan
utama dalam filsafat persepsi saat ini meliputi realisme naif,
enaktivisme, dan pandangan representional.
Presepsi siswa yang saat ini tampak merupakan hasil dari tugas
perkembangannya yang disesuaikan dengan umur biologis dan pengalaman
psikoogisnya masing-masing. Berbagai permasalahan
2. Pendidikan Kemataraman
Obyek,
filsafah budaya Mataram merupakan obyek pembahasan atau materi yang
mengali kembali hasil cipta, rasa dan karsa (budi daya) manusia
Indonesia/ Nusantara sebagai modal sosial (sosial capital) berupa pusaka
budaya yang bersifat tangible maupun intangible untuk dapat diwariskan
dari generasi ke generasi, Obyek atau materi Filsafat Budaya mataram
adalah segala unsur-unsur nilai-nilai yang tercermin dalam kehidupan
sosial budaya masyarakat indonesiabaik berupa nilai-nilai luhur,
kepribadian, sifat, karakter, pola-pola budaya, adat istiadat, norma
sosial (intangible) maupun hasil budaya berupa badik, keris, wayang,
gamelan, tari, sastra, kuriner, keroncong, maupun benda cagar budaya/kawasan cagar budaya.
3. Interaksi Sosial Siswa
Interaksi
sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut
hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia,
maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi sosial
mempunyai tujuan tertentu. Orang bertindak dan bereaksi terhadap yang
lain dalam rangka mencapai tujuan mereka. Dalam beberapa interaksi,
partisipan mempunyai tujuan ynag berbeda. Misalnya,”transaksi anatara
pedagang buah dengan pembeli”, pedagang berupaya membujuk pembeli agar
dagangannya laku, sedangkan pembeli berupaya menawar harga agar dapat
mebeli buah dengan harga murah”.
Suatu
interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua
syarat, yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Sebelum
interaksi sosial tersebut menjadi suatu hubunagn yang terpola, maka
akan dalami suatu proses sosial menuju bentuk yang konkrit, suatu
hubungan ynag terpola sesuai dengan nilai-nilai sosial dan budaya dalam
masyarakat. Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dilihat
apabila orang perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan
menetukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut.
4. Metakognisi Siswa
Metakognisi (metacognition)
merupakan suatu istilah yang diperkenalkan oleh Flavell pada tahun
1976. Menurut Flavell, sebagaimana dikutip oleh Livingston (1997),
metakognisi terdiri dari pengetahuan metakognitif (metacognitive
knowledge) dan pengalaman atau regulasi metakognitif (metacognitive experiences or regulation).
Pengetahuan metakognitif menunjuk pada diperolehnya pengetahuan tentang
proses-proses kognitif, pengetahuan yang dapat dipakai untuk mengontrol
proses kognitif. Sedangkan pengalaman metakognitif adalah proses-proses
yang dapat diterapkan untuk mengontrol aktivitas-aktivitas kognitif dan
mencapai tujuan-tujuan kognitif.
Sedangkan Livingstone (1997) mendefinisikan metakognisi sebagai thinking about thinking
atau berpikir tentang berpikir. Metakognisi, menurut tokoh tersebut
adalah kemampuan berpikir di mana yang menjadi objek berpikirnya adalah
proses berpikir yang terjadi pada diri sendiri. Ada pula beberapa ahli
yang mengartikan metakognisi sebagai thinking
about thinking,, learning to think, learning to study, learning how to
learn, learnig to learn, learning about learning.
Para
ahli yang banyak mencurahkan perhatiannya pada metakognisi, seperti
John Flavel (Livington, 1997), Baker dan Brown, 1984, dan Gagne 1993
(Nur, 2005), menyatakan bahwa metakognisi memiliki dua komponen, yaitu
(a) pengetahuan tentang kognisi, dan (b) mekanisme pengendalian diri dan
monitoring kognitif. Sedang Flavell (Livingston, 1997) mengemukakan
bahwa metakognisi meliputi dua komponen, yaitu 1) pengetahuan
metakognisi (metacognitive knowledge), dan 1) pengalaman atau regulasi metakognisi (metacognitive experiences or regulation).
Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh. Huitt (1997) bahwa terdapat
dua komponen yang termasuk dalam metakognisi, yaitu (a) apa yang kita
ketahui atau tidak ketahui, dan (b) regulasi bagaimana kita belajar
5. Emosi Siswa
Pendiri
aliran psikologi behaviorisme John B. Watson menyebutkan bahwa manusia
memiliki tiga emosi dasar, yaitu takut, marah, dan kasih sayang.
Sedangkan, tim ilmuwan dari Universitas Glasgow, Skotlandia, dalam
penelitiannya yang dimuat Jurnal Current Biology mengatakan ada empat
emosi dasar manusia, yaitu bahagia, sedih, takut, dan marah. Lain lagi
menurut Richard G. Warga dalam bukunya Personal Awareness: A Psychology
of Adjustment membagi manusia dalam lima emosi dasar, yaitu senang,
sedih, cinta, takut, dan marah. Ada lagi pendapat lain tentang emosi
ini, Daniel Goleman mengatakan ada delapan jenis emosi, yaitu marah,
sedih, takut, nikmat, cinta, terkejut, jengkel, dan malu. Pendapat para
ahli psikologi tersebut menjelaskan bahwa marah termasuk emosi dasar.
Marah juga berkaitan erat dengan agresi dan kekerasan. Oleh karena itu,
bila marah sudah mengarah ke agresi maka akan bersifat destruktif.
Selanjutnya marah yang tak terkendali akan merugikan diri sendiri dan
lingkungan sekitarnya. Ahli filsafat Aristoteles (384-322 SM)
mengatakan: siapa pun bisa marah, marah itu mudah. Tetapi, marah pada
orang yang tepat dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi
tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik, tidaklah mudah.
6. Kesopanan
Berbahasa
seringkali dianggap bisa mencerminkan tingkat kesantunan seseorang.
Orang yang lemah lembut dalam bertutur kata akan terlihat lebih
berwibawa. Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali dalam berkomunikasi,
kita terbawa bukan oleh penampilan lawan kita dalam berkomunikasi tetapi
lebih sering oleh olah tutur lawan kita dalam berbahasa. Seburuk apapun
penampilan seseorang bila yang bersangkutan sudah berdialog dengan
kitamaka secara tidak langsung anggapan kita terhadap orang tersebut
akan berubah begitu kita mendengar cara bertutur katanya.
7. Pemahaman Kebudayan Lokal
Pendidikan,
Kebudayaan, Sejarah, Filsafat dan Agama adalah merupakan landasan yang
sangat fundamental dalam membentuk karakter bangsa, seseorang tidak akan
mungkin memiliki kepribadian yang utuh tanpa memahami sejarah, budaya
dan filsafat, demikian pula seseorang tidak memiliki keseimbangan lahir
dan batin kalau tidak mempelajari agama sebagai kekuatan spiritualitas,
prasyarat untuk memahami keempat pokok persoalan diatas harus melalui
pendidikan Yogyakarta mampu berperan dalam meng-Indonesia-kan Indonesia,
Yogyakarta sebagai miniatur Indonesia telah menjadi alma-mater yang
mampu memberikan edukasi bagi para pelajar dan mahasiswa untuk memahami
betapa pentingnya memahami Indonesia sebagai satu kesatuan identitas dan
entitas yang berdiri atas dasar pluralisme. Keaneka ragaman suku,
bahasa, ras, adat-istiadat dan agama justru menjadi spirit ethno
nasionalisme dan ternyata Yogyakarta sebagai ibu-pendidik mampu
menawarkan semangat ethno-centrisme yang dibawa oleh masing – masing
anak didiknya.
8. Pendidikan Karakter
Pendidikan
karakter terdiri dari dua kata, yaitu pendidikan dan karakter. sub bab
ini kita awali dengan pembahasan arti pendidikan. Menurut Ki Hajar
Dewantara,pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi
pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak.
Definisi ini yang menjadi konsep dasar bahwa proses pendidikan adalah
merupakan proses yang mengembangkan potensi siswa secara total dan
seimbang. Proses pendidikan tidak hanya mengembangkan aspek intelektualitas atau pengetahuan saja, melinkan juga harus mengembangkan aspek moralitas (attitude) dan ketrampilan (skill).
9. Kepercayaan Diri Siswa
Percaya Diri (Self Confidence) yaitu meyakinkan pada kemampuan dan penilaian (judgement) diri
sendiri dalam melakukan tugas dan memilih pendekatan yang dirasa cukup
efektif. Hal ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya menghadapi
lingkungan yang semakin menantang dan kepercayaan atas keputusan atau
pendapatnya.
Kepercayaan
diri bisa dikatakan sebaai sika yang positif, dimana seroang individu
mampu atau memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik
terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan ataupun situasi yang
telah dihadapinya. Hal ini bukan berarti seorang individu itu bisa
melakukan segala macamnya sendiri. Kepercayaan diri yang terlalu tinggi
akan menyebabkan adanya degradasi sifat yang sesungguhnya atau yang ada
dalam dirinya tanpa melihat baik dan buruk sifat tersebut.
10. Kepercayaan Siswa Terhadap Tuhan
Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran tentang Tuhan
dengan pendekatan akal budi, yaitu memakai apa yang disebut sebagai
pendekatan filosofis. Bagi orang yang menganut agama tertentu (terutama
agama Islam, Kristen, Yahudi), akan menambahkan pendekatan wahyu di
dalam usaha memikirkannya. Jadi Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran para
manusia dengan pendekatan akal budi tentang Tuhan. Usaha yang dilakukan
manusia ini bukanlah untuk menemukan Tuhan secara absolut atau mutlak, tetapi mencari pertimbangan kemungkinan-kemungkinan bagi manusia untuk sampai pada kebenaran tentang Tuhan
Konsep
akan Tuhan, dapat dikatakan sangat kontroversial. Berbagai macam
diskursus telah disampaikan mengenai keberadaan Tuhan. Terkadang,
perbedaan diskursus yang diikuti pun menimbulkan berbagai macam sentimen
negatif mengenai masing-masing pihak. Pada diskusi taman lingkar
perdana dari Kajian Akhir Zaman, para peserta diajak untuk memahami
lebih lanjut bagaimana seorang teis dan ateis memandang pilihan
masing-masing.
11. Cerdas Istimewa
Filsafat muncul dari kekaguman, penasaran, keraguraguan dan juga pertanyaan. Ilmu muncul dari sebuah pertanyaan. Seringkali,
anak-anak menanyakan pertanyaan yang mengandung unsur politis,
metafisis bahkan etis. Jawaban atas pertanyaan tersebut membutuhkan
pemahaman tentang sejarah, politik dan metafisika yang cukup dalam.
Anak-anak sudah memiliki semacam intuisi filosofis yang sudah ada secara
alamiah di dalam dirinya. Berbagai penelitian, seperti dikutip oleh
Maughn Gregory, menyatakan, bahwa pemahaman dan gaya berpikir filsafat
yang diberikan sejak usia dini dapat meningkatkan kemampuan berbahasa
(linguistik), kemampuan berhubungan dengan orang lain (sosial),
kemampuan untuk berhadapan dengan kegagalan (psikologis), dan kemampuan
untuk berpikir terbuka anak (ilmiah), sehingga ia bisa menerima
pelajaran dari luar dengan lebih cepat dan mendalam
12. Bullying
Definisi bullying seperti disebutkan dalam psychologymania.com
merupakan sebuah kata serapan dari bahasa Inggris. Istilah Bullying
belum banyak dikenal masyarakat, terlebih karena belum ada padanan kata
yang tepat dalam bahasa Indonesia (Susanti, 2006). Bullying berasal dari
kata bully yang artinya penggertak, orang yang mengganggu orang yang
lemah. Beberapa istilah dalam bahasa Indonesia yang seringkali dipakai
masyarakat untuk menggambarkan fenomena bullying di antaranya adalah
penindasan, penggencetan, perpeloncoan, pemalakan, pengucilan, atau
intimidasi (Susanti, 2006). Bullying
merupakan prilaku menyimpang dan mempunyai efek jangka panjang ketika
pelaku dan korban tidak menemukan kata damai. Bullying merupakan bentuk
awal dari perilaku agresif yaitu tingkah laku yang kasar. Bisa secara
fisik, psikis, melalui kata-kata, ataupun kombinasi dari ketiganya. Hal
itu bisa dilakukan oleh kelompok atau individu. Ketidakseimbangan yang
tercipta akibat budaya
bullying ini akan semakin menenggelamkan sisi kemanusiaan, yaitu
semangat saling menghargai, menghormati dan toleransi. Dalam konsepsi
Bugis-Makassar, sudah semakin nihil siri' na pacce-nya, hilang budaya sipakatau, sipakainge' dan sipatokkong.
13. Menghitung Penjumlahan
Matematika
merupakan ilmu dasar yang sudah menjadi alat cabang ilmu pasti lainnya.
Oleh karena itu penguasaan terhadap matematika mutlak diperlukan dan
konsep-konsep matematika harus dipahami dengan betul dan benar sejak
dini. Hal ini karena konsep-konsep dalam matematika merupakan suatu
rangkaian sebab akibat. Sehingga pemahaman yang salah terhadap suatu
konsep, akan berakibat pada kesalahan pemahaman terhadap konsep-konsep
selanjutnya.
Dalam
belajar Matematika, ada dua macam pengetauan yang berbeda : 1.
Pengetahuan Prosedural, dan 2. Pengetahuan Konseptual. Pengetahuan
prosedural adalah pengetahuan yang berkaitan dengan simbol-simbol,
bahasa dan aturan operasi perhitungan. Sedangkan pengetahuan konseptual
adalah pemahaman terhadap konsep dasar dari operasi perhitungan
tersebut. Misalnya saja seorang anak diminta menghitung 45x25, cara
menghitung anak itu adalah 45 25 ----- x 225 90 ------ + 1125 Anak
tersebut sudah dikatakan memiliki pengetahuan prosedural operasi
perkalian. Namun hal ini tidak menjamin anak tersebut mengerti kenapa 45
harus dikali 5 dulu baru dikalikan dengan 2, atau kenapa hasil
perkalian 45*5 harus ditambahkan dengan 45*2. Itulah sebabnya
pengetahuan konseptual harus dijelaskan dengan benar, sehingga ketika
ditanya hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural, anak
tersebut mampu menjawab dengan benar pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Mengingat pentingnya dua macam pengetahuan tersebut inilah yang
menyebabkan seorang guru wajib menanamkan konsep dasar operasi
perhitungan yang benar. Dalam mengajarkan dasar sebuah operasi
perhitungan, biasanya seorang guru akan mengikuti tahap-tahap seperti
berikut: 1. penanaman konsep operasi; 2. pengenalan dan latihan pada
fakta dasar operasi; 3. pemberian algoritma operasi; 4. penguatan
ketrampilan operasi. Penanaman konsep sebuah operasi perhitung
dimaksudkan agar seorang anak mampu memahami pengertian dan latar
belakang dari suatu operasi perhitungan. Pemahaman terhadap konsep
penjumlahan, pengurangan, perkalian, maupun pembagian akan memberikan
pengetahuan pada anak tentang landasan dan keterkaitan antar operasi
yang pada akhirnya anak mampu untuk menggunakannya dalam pemecahan
masalah.
14. Menghitung Pengurangan
Reduksionisme
dapat diartikan sebagai (a) suatu pendekatan untuk memahami sifat dasar
hal-hal kompleks dengan menyederhanakannya ke dalam interaksi dari
bagian-bagiannya, atau membuat suatu hal menjadi lebih sederhana atau
lebih mendasar atau (b) suatu posisi [filsafat filosofis] bahwa sistem
yang kompleks tak lain hanyalah penggabungan komponen-komponennya, dan
suatu pernyataan tersebut dapat direduksi menjadi pernyataan dari
unsur-unsur perseorangan. Hal ini dapat dikatakan sebagai
objek,fenomena, penjelasan,teori, dan pengertian.
Reduksionisme secara jelas menggambarkan perspektif pasti dari kausalitas.
Dalam kerangka reduksionis, fenomena dapat dijelaskan sepenuhnya dalam
hal hubungan antara fenomena yang lebih mendasar lainnya, yang disebut
[epifenomena]. Seringkali ada implikasi bahwa epifenomena menggunakan
perantara tanpa sebab pada fenomena mendasar yang menjelaskannya.
15. Kreativitas Siswa
Kreativitas atau creativity adalah sebuah istilah yang dicetuskan oleh Alfred North Whitehead untuk menunjukan suatu daya di alam semesta yang memungkinkan hadirnya entitas aktual yang baru berdasarkan entitas aktual-entitas aktual yang lain. Kreativitas adalah prinsip kebaruan, novelty. Dalam proses menjadi, kreativitas mutlak ada. jika tidak ada kreativitas, maka tidak ada proses. Kreativitas
bukanlah entitas aktual. Kreativitas adalah daya yang niscaya ada dalam
proses karena adanya etintas aktual yang baru. Oleh karena itu
kreativitas dalam filsafat proses tidak memiliki karakter yang terlepas
dari entitas aktual yang memberikan wujud pada daya ciptanya. Memahami
kreativitas tidak terlepas dari pemahaman atas perwujudan entitas
aktual. Daya kebaruan inilah yang memperlihatkan adanya beragam entitas
aktual yang ada di alam semesta.
Di alam semesta, entias aktual melakukan dua macam proses yang terjadi dalam kompleksitas yang tinggi. Proses subjektifikasi dan proses objektifikasi. Pada proses subjektivikasi entitas aktual berbaur dan saling berbenturan dalam [prehensi] untuk melahirkan entitas aktual yang baru. Pada proses ini, Kreativitas menjadi daya pembaru Kemungkinan-kemungkinan karakter entitas aktual yang baru ditentukan melalui prehensi. Walaupun
kemunkinan-kemungkinan karakter entitas aktual yang muncul ini ada
karena adanya prehensi, keunikan dan kehadiran yang lain dari
kemunkinan-kemungkinan karakter entitas aktual yang muncul adalah upaya
dari kreativitas, daya kebaruan. Pada proses objektivikasi entitas aktual bergerak melalui konkresi untuk menjadi datum atau informasi bagi potensi-potensi terbentuknya entitas aktual-entitas aktual lainnya. Kemunculan datum dari satu entitas aktual mungkin terjadi jika ada kreativitas. Jika tidak ada Kreativitas, tidak ada datum,
tidak ada entitas aktual yang lain. Semuanya berada pada hal-hal yang
sama. Hal ini tidak mungkin karena bertentangan dengan beragamnya
realitas. Kreativitas mengungkapkan realitas keberagaman yang ada di
alam semesta ini. Melalui proses subjektivikasi dan objektivikasi
kreativitas mutlak diperlukan karena setiap entitas aktual selalu
berada dalam proses menajadi. Ketika entitas aktual berada dalam proses
menjadi, ia akan berada pada "hakikatnya" yang baru. "Hakikat" yang baru
inilah yang merupakan partisipasi kreativitas.
16. Pecahan
Bilangan
pecahan adalah bilangan yang dapat dinyatakan sebagai p/q, dengan p dan
q adalah bilangan bulat dan q ≠0. p = Pembilang yang berada sebelum
tanda “/” slash atau diatas line (garis) dan q = Penyebut yang berada
setelah “/” slash atau dibawah line (garis). Sudah jelas bukan?Oke,
kembali ke filosofi Bilangan Pecahan yang terdiri dari pembilang dan
penyebut. Sebagai manusia kita menjadi Penyebut (Denominator) kepada
yang diatas, Pembilang (Numerator). Olah karenanya Penyebut
(Denominator) tidak boleh nol. Kita harus menyebut ke-maha-anNya atau
memohon segala sesuatu kepada yang diatas. Sedangkan Tuhan yang maha
atas segalanya menjadi Pembilang, menjadikan segala sesuatu atas
kehendakNya. cukup dengan BILANG “Kun” maka JADI. Oleh karenanya jika
Tuhan “Tidak Menghendaki” = (0) maka hasilnya pun 0
17. Pemahaman Geometri
Pada
geometri, hal yang berhubungan dengan dengan filsafat adalah keberadaan
objeknya. Hal ni berhubungan dengan persoalan tentang ”ada”, sehingga
berada pada ranah ontologi. Matematika ditinjau dari aspek ontologi,
dimana aspek ontologi telah berpandangan untuk mengkaji bagaimana
mencari inti yang yang cermat dari setiap kenyataan yang ditemukan,
membahas apa yang kita ingin ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu,
menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental.
Pembahasan geometri meliputi benda-benda abstrak sebagai objeknya. Pada
kenyataannya, benda-benda abstrak tersebut dapat dimodelkan dengan
benda-benda kongkret sebagai objek pengamatan, khususnya pada tahap awal
pembelajaran tentang geometri di SD ataupun SMP. Pemodelan tersebut
tetap harus memperhatikan batasan-batasan atau definisi atau pengertian
dari benda-benda geometri yang dimaksud.
Sehingga
upaya mengkongkretkan banyalah untuk mempermudah dalam penginderaan dan
diarahkan untuk tidak merancukan atas definisi atau pengertian
benda-benda geometri yang sebenarnya. Dengan pengamatan inderawi, para
subjek pembelajar diharapkan memahami pengetahuan melalui pengenalan dan
pengertian. Pada akhirnya diarahkan untuk memahami objek geometri
sebenarnya yang bersifat abstrak dan hanya ada di alam pikiran.
18. Integritas
Menurut definisi Jack Welch, dalam bukunya yang berjudul “Winning”
mengatakan, “integritas adalah sepatah kata yang kabur (tidak jelas).
Orang-orang yang memiliki integritas mengatakan kebenaran, dan
orang-orang itu memegang kata-kata mereka. Mereka bertanggung-jawab
atas tindakan-tindakan mereka di masa lalu, mengakui kesalahan mereka
dan mengoreksinya. Bila integritas seseorang lemah dalam kepribadiaanya,
maka akan dipastikan juga bahwa nilai-nilai like a kejujuran,
keterbukaan, tanggung jawab, ketekunan, kerajinan, keberaniaan,
keterusterangan, kepercayaan, kesetiaan, dan profesionalisme tidak
berjalan sebagaimana mestinya.
19. Kepekaan Siswa
Kepekaan memiliki 3 arti. Kepekaan berasal dari kata dasar peka.
Kepekaan adalah sebuah homonim karena arti-artinya memiliki ejaan dan
pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda. Kepekaan memiliki arti
dalam bidang ilmu kimia. Kepekaan memiliki arti dalam kelas nomina atau
kata benda sehingga kepekaan dapat menyatakan nama dari seseorang,
tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan.
20. Perhatian Siswa
Perhatian
merupakan pemusatan psikis, salah satu aspek psikologis yang tertuju
pada suatu objek yang datang dari dalam dam luar diri individu. Dengan
perhatian dapat digunakan untuk meramalkan tingkah laku atau perbuatan
manusia dalam kehidupan sehari-hari. Perhatian akan memberikan warna dan
corak bahkan arah tingkah laku seseorang. Dengan perhatian,
seseorang akan mendapatkan gambaran kemungkinan rangsangan yang akan
timbul sebagai respon terhadap masalah atau keadaan yang dihadapkan
kepadanya.
21. Keterlambatan Belajar Siswa
Belajar
adalah Suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud
perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen dan
menetap karena adanya intereaksi individu dengan lingkungan. Di dalam
kegiatan belajar berl;angsung banyak hal-hal yang dialami siswa salah
satunya yaitu Kesulitan
Belajar. Kesulitan belajar adalah Suatu gejala yang nampak pada peserta
didik yang tidandai dengan adanya prestasi belajar yang rendah atau
dibawah norma yang telah ditetapkan, Prestasi Belajar rendah
dibandingkan prestasi belajar temen-teman di kelas dan Dibandingkan
dengan prestasi belajar yang pernah dicapai sebelumny. Kesulitan belajar
merupakan hal yang lumrah dialami oleh peserta didik. Sering ditemukan
adanya siswa mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran di sekolah.
Menghadapi hambatan dalam mencerna dan menyerap informasi belajar yang
diberikan guru.
Kondisi
ini akan berdampak kurang bagus terhadap kemajuan belajar anak. Oleh
sebab itu perlu diupayakan pemecahan masalahnya. Baik oleh guru di
sekolah maupun orang tua di rumah. Ini sebagai salah satu wujud
kepedulian dan kerja sama dalam dunia pendidikan anak. Peserta didik
yang mengalami kesulitan belajar adalah yang memiliki inteligensi
normal, tetapi menunjukkan atau atau beberapa hal yang penting dalam
proses belajar , baik dalam persepsi , ingatan, perhatian maupun fungsi
motoriknya.
22. Kepemimpinan Siswa
Perilaku kepemimpinan yang baik adalah yang berorientasi kepada dua arah sekaligus, yakni mengacu kepada tujuan organisasi (goal oriented), dan bersamaan juga memperhatikan kebutuhan anggota yang dipimpinnya (member oriented).
Sikap pemimpin dalam menjalankan kewenangannya bisa beraneka, itupun
menilainya bisa dari berbagai dimensi. Ada yang terlihat menjalankan
kepemimpinannya dengan gaya partisipatif, atau ada yang secara otoriter,
dalam skala besar dikategorikan demokratis atau monarkis.
Salah
satu potret kepemimpinan juga dapat dilihat dari filosofi yang
digunakan dalam menjalankan roda organisasi atau mengelola kewenangan
dan tanggungjawabnya. Ada yang menonjol idealismenya sebagaimana aliran
Plato, adapula yang realistis sebagaimana ajaran Aristoteles, namun
banyak juga yang model Machiavelli, yakni boleh benar atau salah, yang
penting tujuan tercapai. Tentu semuanya memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing.
2019, Filsafat, Marsigit, Philosophy, Marsigit Philosophy, UNY, PEP
MARSIGIT, MARSIGIT, MARSIGIT, MARSIGIT, MARSIGIT, MARSIGIT,
marsigit, marsigit, marsigit, marsigit, marsigit, marsigit, marsigit, marsigit, marsigit
Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit
2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019
Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat
Philosophy, Pilosophy, Philosophy, Philosophy,Philosophy, Pilosophy, Philosophy,
UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY
PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP