Rabu, 15 Januari 2020

Filsafat Pendidikan Kemataraman - Tugas Kuliah Prof Marsigit


Pendidikan kemataraman merupakaan pendidikan yang menggunakan nilai-nilai luhur kebudayaan sebagai bentuk pendidikan karakter. Oleh karena itu filsafat yang berkaitan dengan pendidikan kemataraman adalah aliran esensialisme dan perenialisme.   Aliran Filsafat Esensialisme adalah suatu aliran filsafat yang menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan lama.
Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Aliran Esensialisme bersumber dari filsafat idealisme dan realisme. Sumbangan yang diberikan keduanya bersifat eklektik. Artinya, dua aliran tersebut bertemu sebagai pendukung Esensialisme yang berpendapat bahwa pendidikan harus bersendikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Artinya, nilai-nilai itu menjadi sebuah tatanan yang menjadi pedoman hidup, sehingga dapat mencapai kebahagiaan. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad yang lalu, yaitu zaman Renaisans
Perenialisme diambil dari kata perennial, yang dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English diartikan sebagai “continuing throughout the whole year” atau “lasting for a very long time” – abadi atau kekal. Dari makna yang terkandung dalam kata itu adalah aliran perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi. Perenialisme melihat bahwa akibat dari kehidupan zaman moderen telah menimbulkan krisis di berbagai bidang kehidupan umat manusia. Mengatasi krisis ini perenialisme memberikan jalan keluar berupa “kembali kepada kebudayaan masa lampau” regresive road to culture. Oleh sebab itu perennialisme memandang penting peranan pendidikan dalam proses mengembalikan keadaan manusia zaman modren ini kapada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal yang telah teruji ketangguhannya.
Asas yang dianut perenialisme bersumber pada filsafat kebudayaan yang terkiblat dua, yaitu (a) perenialisme yang theologis – bernaung dibawah supremasi gereja katolik. Dengan orientasi pada ajaran dan tafsir Thomas Aquinas – dan (b) perenialisme sekuler berpegang pada ide dan cita Plato dan Aristoteles.

Minggu, 12 Januari 2020

TUGAS UAS MARSIGIT PHILOSPHY - IDENTIFIKASI PERSOALAN YANG BERPOTENSI MENJADI TESIS

#WilisMarsigit
#Marsigitism
Marsigit Filsafat
Marsigit Philosophy
2019 Semester 1
Wilis Putri Hapsari PEP A 2019

Berikut ini adalah judul-judul tesis yang merupakan hasil olahan dari identifikasi permasalahan pada postingan sebelumnya.


 2019, Filsafat, Marsigit, Philosophy, Marsigit Philosophy, UNY, PEP
MARSIGIT, MARSIGIT, MARSIGIT, MARSIGIT, MARSIGIT, MARSIGIT,
marsigit, marsigit, marsigit, marsigit, marsigit, marsigit, marsigit, marsigit, marsigit
Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit
2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019
Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat
Philosophy, Pilosophy, Philosophy, Philosophy,Philosophy, Pilosophy, Philosophy, 
UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY
PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP 


No
Judul
1.
Hubungan Metakognisi Internal dan Kepekaan Sosial Siswa Sekolah Dasar
2.
Presepsi Siswa terhadap Budaya Lokal Kemataraman di Daerah Istimewa Yogyakarta
3.
Pengaruh Metakognisi Siswa terhadap Keterlambatan Belajar
4.
Pengembangan Instrumen Penilaian Sosial Emosional pada Budaya Kemataraman Di Sekolah Dasar
5.
Evaluasi Penerapan Pendidikan Kemataraman di Sekolah Dasar
6.
Analisis Faktor Kemandirian dan Kepemimpinan Siswa Sekolah Dasar
7.
Pengaruh Integritas Belajar Siswa Sekolah Dasar Terhadap Keterlambatan Memahami Konsep Pecahan
8.
Analisis Faktor Perhatian dalam Metakognisi Siswa Sekolah Dasar dalam Memahami Konsep Geometri

FILSAFAT MARSIGIT - TUGAS UAS DRAFT TESIS: Pengembangan Instrumen Penilaian Sosial Emosional pada Budaya Kemataraman Di Sekolah Dasar



 2019, Filsafat, Marsigit, Philosophy, Marsigit Philosophy, UNY, PEP
MARSIGIT, MARSIGIT, MARSIGIT, MARSIGIT, MARSIGIT, MARSIGIT,
marsigit, marsigit, marsigit, marsigit, marsigit, marsigit, marsigit, marsigit, marsigit
Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit
2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019
Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat
Philosophy, Pilosophy, Philosophy, Philosophy,Philosophy, Pilosophy, Philosophy, 
UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY
PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP 

Kuliah Filsafat Prof Marsigit - Identifikasi Persoalan Filosofis Pembelajaran di Sekolah Dasar-Prof Marsigit

#WilisMarsigit
#Marsigitism
Marsigit Filsafat
Marsigit Philosophy
2019 Semester 1
Wilis Putri Hapsari PEP A 2019

Tulisan ini merupakan bagian dari salah satu tugas matakuliah Filsafat Ilmu yang diampu oleh Prof Dr. Marsigit, M.A, berikut adalah link yang bisa digunakan untuk menuju ke tulisan-tulisan beliau
klik disini 
#WilisMarsigit
#Marsigitism

Berikut ini adalah permasalahan-permasalahan yang terdapat di Sekolah Dasar berikut dengan penjelasan filosofisnya:
1.          Presepsi Siswa
Filsafat persepsi terkait dengan sifat dasar pengalaman perseptual dan status objek perseptual, terutama bagaimana pengalaman perseptual berhubungan dengan penampilan dan kepercayaan mengenai dunia. Pandangan utama dalam filsafat persepsi saat ini meliputi realisme naif, enaktivisme, dan pandangan representional. Presepsi siswa yang saat ini tampak merupakan hasil dari tugas perkembangannya yang disesuaikan dengan umur biologis dan pengalaman psikoogisnya masing-masing. Berbagai permasalahan
2.          Pendidikan Kemataraman
Obyek, filsafah budaya Mataram merupakan obyek pembahasan atau materi yang mengali kembali hasil cipta, rasa dan karsa (budi daya) manusia Indonesia/ Nusantara sebagai modal sosial (sosial capital) berupa pusaka budaya yang bersifat tangible maupun intangible untuk dapat diwariskan dari generasi ke generasi, Obyek atau materi Filsafat Budaya mataram adalah segala unsur-unsur nilai-nilai yang tercermin dalam kehidupan sosial budaya masyarakat indonesiabaik berupa nilai-nilai luhur, kepribadian, sifat, karakter, pola-pola budaya, adat istiadat, norma sosial (intangible) maupun hasil budaya berupa badik, keris, wayang, gamelan, tari, sastra, kuriner, keroncong, maupun benda cagar budaya/kawasan cagar budaya.
3.          Interaksi Sosial Siswa
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi sosial mempunyai tujuan tertentu. Orang bertindak dan bereaksi terhadap yang lain dalam rangka mencapai tujuan mereka. Dalam beberapa interaksi, partisipan mempunyai tujuan ynag berbeda. Misalnya,”transaksi anatara pedagang buah dengan pembeli”, pedagang berupaya membujuk pembeli agar dagangannya laku, sedangkan pembeli berupaya menawar harga agar dapat mebeli buah dengan harga murah”.
Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Sebelum interaksi sosial tersebut menjadi suatu hubunagn yang terpola, maka akan dalami suatu proses sosial menuju bentuk yang konkrit, suatu hubungan ynag terpola sesuai dengan nilai-nilai sosial dan budaya dalam masyarakat. Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menetukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut.
4.          Metakognisi Siswa
Metakognisi (metacognition) merupakan suatu istilah yang diperkenalkan oleh Flavell pada tahun 1976. Menurut Flavell, sebagaimana dikutip oleh Livingston (1997), metakognisi terdiri dari pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge) dan pengalaman atau regulasi metakognitif (metacognitive experiences or regulation). Pengetahuan metakognitif menunjuk pada diperolehnya pengetahuan tentang proses-proses kognitif, pengetahuan yang dapat dipakai untuk mengontrol proses kognitif. Sedangkan pengalaman metakognitif adalah proses-proses yang dapat diterapkan untuk mengontrol aktivitas-aktivitas kognitif dan mencapai tujuan-tujuan kognitif.
Sedangkan Livingstone (1997) mendefinisikan metakognisi sebagai thinking about thinking atau berpikir tentang berpikir. Metakognisi, menurut tokoh tersebut adalah kemampuan berpikir di mana yang menjadi objek berpikirnya adalah proses berpikir yang terjadi pada diri sendiri. Ada pula beberapa ahli yang mengartikan metakognisi sebagai thinking about thinking,, learning to think, learning to study, learning how to learn, learnig to learn, learning about learning.
Para ahli yang banyak mencurahkan perhatiannya pada metakognisi, seperti John Flavel (Livington, 1997), Baker dan Brown, 1984, dan Gagne 1993 (Nur, 2005), menyatakan bahwa metakognisi memiliki dua komponen, yaitu (a) pengetahuan tentang kognisi, dan (b) mekanisme pengendalian diri dan monitoring kognitif. Sedang Flavell (Livingston, 1997) mengemukakan bahwa metakognisi meliputi dua komponen, yaitu 1) pengetahuan metakognisi (metacognitive knowledge), dan 1) pengalaman atau regulasi metakognisi (metacognitive experiences or regulation). Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh. Huitt (1997) bahwa terdapat dua komponen yang termasuk dalam metakognisi, yaitu (a) apa yang kita ketahui atau tidak ketahui, dan (b) regulasi bagaimana kita belajar
5.          Emosi Siswa
Pendiri aliran psikologi behaviorisme John B. Watson menyebutkan bahwa manusia memiliki tiga emosi dasar, yaitu takut, marah, dan kasih sayang. Sedangkan, tim ilmuwan dari Universitas Glasgow, Skotlandia, dalam penelitiannya yang dimuat Jurnal Current Biology mengatakan ada empat emosi dasar manusia, yaitu bahagia, sedih, takut, dan marah. Lain lagi menurut Richard G. Warga dalam bukunya Personal Awareness: A Psychology of Adjustment membagi manusia dalam lima emosi dasar, yaitu senang, sedih, cinta, takut, dan marah. Ada lagi pendapat lain tentang emosi ini, Daniel Goleman mengatakan ada delapan jenis emosi, yaitu marah, sedih, takut, nikmat, cinta, terkejut, jengkel, dan malu. Pendapat para ahli psikologi tersebut menjelaskan bahwa marah termasuk emosi dasar. Marah juga berkaitan erat dengan agresi dan kekerasan. Oleh karena itu, bila marah sudah mengarah ke agresi maka akan bersifat destruktif. Selanjutnya marah yang tak terkendali akan merugikan diri sendiri dan lingkungan sekitarnya. Ahli filsafat Aristoteles (384-322 SM) mengatakan: siapa pun bisa marah, marah itu mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik, tidaklah mudah.
6.          Kesopanan
Berbahasa seringkali dianggap bisa mencerminkan tingkat kesantunan seseorang. Orang yang lemah lembut dalam bertutur kata akan terlihat lebih berwibawa. Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali dalam berkomunikasi, kita terbawa bukan oleh penampilan lawan kita dalam berkomunikasi tetapi lebih sering oleh olah tutur lawan kita dalam berbahasa. Seburuk apapun penampilan seseorang bila yang bersangkutan sudah berdialog dengan kitamaka secara tidak langsung anggapan kita terhadap orang tersebut akan berubah begitu kita mendengar cara bertutur katanya.
7.          Pemahaman Kebudayan Lokal
Pendidikan, Kebudayaan, Sejarah, Filsafat dan Agama adalah merupakan landasan yang sangat fundamental dalam membentuk karakter bangsa, seseorang tidak akan mungkin memiliki kepribadian yang utuh tanpa memahami sejarah, budaya dan filsafat, demikian pula seseorang tidak memiliki keseimbangan lahir dan batin kalau tidak mempelajari agama sebagai kekuatan spiritualitas, prasyarat untuk memahami keempat pokok persoalan diatas harus melalui pendidikan Yogyakarta mampu berperan dalam meng-Indonesia-kan Indonesia, Yogyakarta sebagai miniatur Indonesia telah menjadi alma-mater yang mampu memberikan edukasi bagi para pelajar dan mahasiswa untuk memahami betapa pentingnya memahami Indonesia sebagai satu kesatuan identitas dan entitas yang berdiri atas dasar pluralisme. Keaneka ragaman suku, bahasa, ras, adat-istiadat dan agama justru menjadi spirit ethno nasionalisme dan ternyata Yogyakarta sebagai ibu-pendidik mampu menawarkan semangat ethno-centrisme yang dibawa oleh masing – masing anak didiknya.
8.          Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter terdiri dari dua kata, yaitu pendidikan dan karakter. sub bab ini kita awali dengan pembahasan arti pendidikan. Menurut Ki Hajar Dewantara,pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak. Definisi ini yang menjadi konsep dasar bahwa proses pendidikan adalah merupakan proses yang mengembangkan potensi siswa secara total dan seimbang. Proses pendidikan  tidak hanya mengembangkan aspek intelektualitas atau pengetahuan  saja, melinkan juga harus mengembangkan aspek moralitas (attitude) dan ketrampilan (skill).
9.          Kepercayaan Diri Siswa
Percaya Diri (Self Confidence) yaitu meyakinkan pada kemampuan dan penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih pendekatan yang dirasa cukup efektif. Hal ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya menghadapi lingkungan yang semakin menantang dan kepercayaan atas keputusan atau pendapatnya.
Kepercayaan diri bisa dikatakan sebaai sika yang positif, dimana seroang individu mampu atau memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan ataupun situasi yang telah dihadapinya. Hal ini bukan berarti seorang individu itu bisa melakukan segala macamnya sendiri. Kepercayaan diri yang terlalu tinggi akan menyebabkan adanya degradasi sifat yang sesungguhnya atau yang ada dalam dirinya tanpa melihat baik dan buruk sifat tersebut. 
10.       Kepercayaan Siswa Terhadap Tuhan
Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran tentang Tuhan dengan pendekatan akal budi, yaitu memakai apa yang disebut sebagai pendekatan filosofis. Bagi orang yang menganut agama tertentu (terutama agama Islam, Kristen, Yahudi), akan menambahkan pendekatan wahyu di dalam usaha memikirkannya. Jadi Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran para manusia dengan pendekatan akal budi tentang Tuhan. Usaha yang dilakukan manusia ini bukanlah untuk menemukan Tuhan secara absolut atau mutlak, tetapi mencari pertimbangan kemungkinan-kemungkinan bagi manusia untuk sampai pada kebenaran tentang Tuhan
Konsep akan Tuhan, dapat dikatakan sangat kontroversial. Berbagai macam diskursus telah disampaikan mengenai keberadaan Tuhan. Terkadang, perbedaan diskursus yang diikuti pun menimbulkan berbagai macam sentimen negatif mengenai masing-masing pihak. Pada diskusi taman lingkar perdana dari Kajian Akhir Zaman, para peserta diajak untuk memahami lebih lanjut bagaimana seorang teis dan ateis memandang pilihan masing-masing.
11.       Cerdas Istimewa
Filsafat muncul dari kekaguman, penasaran, keraguraguan dan juga pertanyaan. Ilmu muncul dari sebuah pertanyaan. Seringkali, anak-anak menanyakan pertanyaan yang mengandung unsur politis, metafisis bahkan etis. Jawaban atas pertanyaan tersebut membutuhkan pemahaman tentang sejarah, politik dan metafisika yang cukup dalam. Anak-anak sudah memiliki semacam intuisi filosofis yang sudah ada secara alamiah di dalam dirinya. Berbagai penelitian, seperti dikutip oleh Maughn Gregory, menyatakan, bahwa pemahaman dan gaya berpikir filsafat yang diberikan sejak usia dini dapat meningkatkan kemampuan berbahasa (linguistik), kemampuan berhubungan dengan orang lain (sosial), kemampuan untuk berhadapan dengan kegagalan (psikologis), dan kemampuan untuk berpikir terbuka anak (ilmiah), sehingga ia bisa menerima pelajaran dari luar dengan lebih cepat dan mendalam
12.       Bullying
Definisi bullying seperti disebutkan dalam psychologymania.com merupakan sebuah kata serapan dari bahasa Inggris. Istilah Bullying belum banyak dikenal masyarakat, terlebih karena belum ada padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia (Susanti, 2006). Bullying berasal dari kata bully yang artinya penggertak, orang yang mengganggu orang yang lemah. Beberapa istilah dalam bahasa Indonesia yang seringkali dipakai masyarakat untuk menggambarkan fenomena bullying di antaranya adalah penindasan, penggencetan, perpeloncoan, pemalakan, pengucilan, atau intimidasi (Susanti, 2006). Bullying merupakan prilaku menyimpang dan mempunyai efek jangka panjang ketika pelaku dan korban tidak menemukan kata damai. Bullying merupakan bentuk awal dari perilaku agresif yaitu tingkah laku yang kasar. Bisa secara fisik, psikis, melalui kata-kata, ataupun kombinasi dari ketiganya. Hal itu bisa dilakukan oleh kelompok atau individu. Ketidakseimbangan yang tercipta akibat budaya bullying ini akan semakin menenggelamkan sisi kemanusiaan, yaitu semangat saling menghargai, menghormati dan toleransi. Dalam konsepsi Bugis-Makassar, sudah semakin nihil siri' na pacce-nya, hilang budaya sipakatau, sipakainge' dan sipatokkong.
13.       Menghitung Penjumlahan
Matematika merupakan ilmu dasar yang sudah menjadi alat cabang ilmu pasti lainnya. Oleh karena itu penguasaan terhadap matematika mutlak diperlukan dan konsep-konsep matematika harus dipahami dengan betul dan benar sejak dini. Hal ini karena konsep-konsep dalam matematika merupakan suatu rangkaian sebab akibat. Sehingga pemahaman yang salah terhadap suatu konsep, akan berakibat pada kesalahan pemahaman terhadap konsep-konsep selanjutnya.
Dalam belajar Matematika, ada dua macam pengetauan yang berbeda : 1. Pengetahuan Prosedural, dan 2. Pengetahuan Konseptual. Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan yang berkaitan dengan simbol-simbol, bahasa dan aturan operasi perhitungan. Sedangkan pengetahuan konseptual adalah pemahaman terhadap konsep dasar dari operasi perhitungan tersebut. Misalnya saja seorang anak diminta menghitung 45x25, cara menghitung anak itu adalah 45 25 ----- x 225 90 ------ + 1125 Anak tersebut sudah dikatakan memiliki pengetahuan prosedural operasi perkalian. Namun hal ini tidak menjamin anak tersebut mengerti kenapa 45 harus dikali 5 dulu baru dikalikan dengan 2, atau kenapa hasil perkalian 45*5 harus ditambahkan dengan 45*2. Itulah sebabnya pengetahuan konseptual harus dijelaskan dengan benar, sehingga ketika ditanya hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural, anak tersebut mampu menjawab dengan benar pertanyaan-pertanyaan tersebut. Mengingat pentingnya dua macam pengetahuan tersebut inilah yang menyebabkan seorang guru wajib menanamkan konsep dasar operasi perhitungan yang benar. Dalam mengajarkan dasar sebuah operasi perhitungan, biasanya seorang guru akan mengikuti tahap-tahap seperti berikut: 1. penanaman konsep operasi; 2. pengenalan dan latihan pada fakta dasar operasi; 3. pemberian algoritma operasi; 4. penguatan ketrampilan operasi. Penanaman konsep sebuah operasi perhitung dimaksudkan agar seorang anak mampu memahami pengertian dan latar belakang dari suatu operasi perhitungan. Pemahaman terhadap konsep penjumlahan, pengurangan, perkalian, maupun pembagian akan memberikan pengetahuan pada anak tentang landasan dan keterkaitan antar operasi yang pada akhirnya anak mampu untuk menggunakannya dalam pemecahan masalah.
14.       Menghitung Pengurangan
Reduksionisme dapat diartikan sebagai (a) suatu pendekatan untuk memahami sifat dasar hal-hal kompleks dengan menyederhanakannya ke dalam interaksi dari bagian-bagiannya, atau membuat suatu hal menjadi lebih sederhana atau lebih mendasar atau (b) suatu posisi [filsafat filosofis] bahwa sistem yang kompleks tak lain hanyalah penggabungan komponen-komponennya, dan suatu pernyataan tersebut dapat direduksi menjadi pernyataan dari unsur-unsur perseorangan. Hal ini dapat dikatakan sebagai objek,fenomena, penjelasan,teori, dan pengertian.
Reduksionisme secara jelas menggambarkan perspektif pasti dari kausalitas. Dalam kerangka reduksionis, fenomena dapat dijelaskan sepenuhnya dalam hal hubungan antara fenomena yang lebih mendasar lainnya, yang disebut [epifenomena]. Seringkali ada implikasi bahwa epifenomena menggunakan perantara tanpa sebab pada fenomena mendasar yang menjelaskannya.
15.       Kreativitas Siswa
Kreativitas atau creativity adalah sebuah istilah yang dicetuskan oleh Alfred North Whitehead untuk menunjukan suatu daya di alam semesta yang memungkinkan hadirnya entitas aktual yang baru berdasarkan entitas aktual-entitas aktual yang lain. Kreativitas adalah prinsip kebaruan, novelty. Dalam proses menjadi, kreativitas mutlak ada. jika tidak ada kreativitas, maka tidak ada proses.  Kreativitas bukanlah entitas aktual. Kreativitas adalah daya yang niscaya ada dalam proses karena adanya etintas aktual yang baru. Oleh karena itu kreativitas dalam filsafat proses tidak memiliki karakter yang terlepas dari entitas aktual yang memberikan wujud pada daya ciptanya. Memahami kreativitas tidak terlepas dari pemahaman atas perwujudan entitas aktual. Daya kebaruan inilah yang memperlihatkan adanya beragam entitas aktual yang ada di alam semesta.
Di alam semesta, entias aktual melakukan dua macam proses yang terjadi dalam kompleksitas yang tinggi. Proses subjektifikasi dan proses objektifikasi. Pada proses subjektivikasi entitas aktual berbaur dan saling berbenturan dalam [prehensi] untuk melahirkan entitas aktual yang baru.  Pada proses ini, Kreativitas menjadi daya pembaru Kemungkinan-kemungkinan karakter entitas aktual yang baru ditentukan melalui prehensi.  Walaupun kemunkinan-kemungkinan karakter entitas aktual yang muncul ini ada karena adanya prehensi, keunikan dan kehadiran yang lain dari kemunkinan-kemungkinan karakter entitas aktual yang muncul adalah upaya dari kreativitas, daya kebaruan. Pada proses objektivikasi entitas aktual bergerak melalui konkresi untuk menjadi datum atau informasi bagi potensi-potensi terbentuknya entitas aktual-entitas aktual lainnya. Kemunculan datum dari satu entitas aktual mungkin terjadi jika ada kreativitas. Jika tidak ada Kreativitas, tidak ada datum, tidak ada entitas aktual yang lain. Semuanya berada pada hal-hal yang sama. Hal ini tidak mungkin karena bertentangan dengan beragamnya realitas. Kreativitas mengungkapkan realitas keberagaman yang ada di alam semesta ini. Melalui proses subjektivikasi dan objektivikasi kreativitas mutlak diperlukan karena setiap entitas aktual selalu berada dalam proses menajadi. Ketika entitas aktual berada dalam proses menjadi, ia akan berada pada "hakikatnya" yang baru. "Hakikat" yang baru inilah yang merupakan partisipasi kreativitas.
16.       Pecahan
Bilangan pecahan adalah bilangan yang dapat dinyatakan sebagai p/q, dengan p dan q adalah bilangan bulat dan q ≠0. p = Pembilang yang berada sebelum tanda “/” slash atau diatas line (garis) dan q = Penyebut yang berada setelah “/” slash atau dibawah line (garis).  Sudah jelas bukan?Oke, kembali ke filosofi Bilangan Pecahan yang terdiri dari pembilang dan penyebut. Sebagai manusia kita menjadi Penyebut (Denominator) kepada yang diatas, Pembilang (Numerator). Olah karenanya Penyebut (Denominator) tidak boleh nol. Kita harus menyebut ke-maha-anNya atau memohon segala sesuatu kepada yang diatas. Sedangkan Tuhan yang maha atas segalanya menjadi Pembilang, menjadikan segala sesuatu atas kehendakNya. cukup dengan BILANG “Kun” maka JADI. Oleh karenanya jika Tuhan “Tidak Menghendaki” = (0) maka hasilnya pun 0
17.       Pemahaman Geometri
Pada geometri, hal yang berhubungan dengan dengan filsafat adalah keberadaan objeknya. Hal ni berhubungan dengan persoalan tentang ”ada”, sehingga berada pada ranah ontologi. Matematika ditinjau dari aspek ontologi, dimana aspek ontologi telah berpandangan untuk mengkaji bagaimana mencari inti yang yang cermat dari setiap kenyataan yang ditemukan, membahas apa yang kita ingin ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental. Pembahasan geometri meliputi benda-benda abstrak sebagai objeknya. Pada kenyataannya, benda-benda abstrak tersebut dapat dimodelkan dengan benda-benda kongkret sebagai objek pengamatan, khususnya pada tahap awal pembelajaran tentang geometri di SD ataupun SMP. Pemodelan tersebut tetap harus memperhatikan batasan-batasan atau definisi atau pengertian dari benda-benda geometri yang dimaksud.
Sehingga upaya mengkongkretkan banyalah untuk mempermudah dalam penginderaan dan diarahkan untuk tidak merancukan atas definisi atau pengertian benda-benda geometri yang sebenarnya. Dengan pengamatan inderawi, para subjek pembelajar diharapkan memahami pengetahuan melalui pengenalan dan pengertian. Pada akhirnya diarahkan untuk memahami objek geometri sebenarnya yang bersifat abstrak dan hanya ada di alam pikiran.
  
18.       Integritas
Menurut definisi Jack Welch, dalam bukunya yang berjudul Winning mengatakan, “integritas  adalah sepatah kata yang kabur (tidak jelas). Orang-orang yang memiliki integritas  mengatakan kebenaran, dan orang-orang itu memegang kata-kata mereka.  Mereka bertanggung-jawab atas tindakan-tindakan mereka di masa lalu, mengakui  kesalahan mereka dan mengoreksinya. Bila integritas seseorang lemah dalam kepribadiaanya, maka akan dipastikan juga bahwa nilai-nilai like a kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab, ketekunan, kerajinan, keberaniaan, keterusterangan, kepercayaan, kesetiaan, dan profesionalisme tidak berjalan sebagaimana mestinya.
19.       Kepekaan Siswa
Kepekaan memiliki 3 arti. Kepekaan berasal dari kata dasar peka. Kepekaan adalah sebuah homonim karena arti-artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda. Kepekaan memiliki arti dalam bidang ilmu kimia. Kepekaan memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga kepekaan dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan.
20.       Perhatian Siswa
Perhatian merupakan pemusatan psikis, salah satu aspek psikologis yang tertuju pada suatu objek yang datang dari dalam dam luar diri individu. Dengan perhatian dapat digunakan untuk meramalkan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Perhatian akan memberikan warna dan corak bahkan arah tingkah laku seseorang. Dengan perhatian, seseorang akan mendapatkan gambaran kemungkinan rangsangan yang akan timbul sebagai respon terhadap masalah atau keadaan yang dihadapkan kepadanya.
21.       Keterlambatan Belajar Siswa
Belajar adalah Suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen dan menetap karena adanya intereaksi individu dengan lingkungan. Di dalam kegiatan belajar berl;angsung banyak hal-hal yang dialami siswa salah satunya yaitu  Kesulitan Belajar. Kesulitan belajar adalah Suatu gejala yang nampak pada peserta didik yang tidandai dengan adanya prestasi belajar yang rendah atau dibawah norma yang telah ditetapkan, Prestasi Belajar rendah dibandingkan prestasi belajar temen-teman di kelas dan Dibandingkan dengan prestasi belajar yang pernah dicapai sebelumny. Kesulitan belajar merupakan hal yang lumrah dialami oleh peserta didik. Sering ditemukan adanya siswa mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran di sekolah. Menghadapi hambatan dalam mencerna dan menyerap informasi belajar yang diberikan guru. 
Kondisi ini akan berdampak kurang bagus terhadap kemajuan belajar anak. Oleh sebab itu perlu diupayakan pemecahan masalahnya. Baik oleh guru di sekolah maupun orang tua di rumah. Ini sebagai salah satu wujud kepedulian dan kerja sama dalam dunia pendidikan anak. Peserta didik yang mengalami kesulitan belajar adalah yang memiliki inteligensi normal, tetapi menunjukkan atau atau beberapa hal yang penting dalam proses belajar , baik dalam persepsi , ingatan, perhatian maupun fungsi motoriknya.
22.       Kepemimpinan Siswa
Perilaku kepemimpinan yang baik adalah yang berorientasi kepada dua arah sekaligus, yakni mengacu kepada tujuan organisasi (goal oriented), dan bersamaan juga memperhatikan kebutuhan anggota yang dipimpinnya (member oriented). Sikap pemimpin dalam menjalankan kewenangannya bisa beraneka, itupun menilainya bisa dari berbagai dimensi. Ada yang terlihat menjalankan kepemimpinannya dengan gaya partisipatif, atau ada yang secara otoriter, dalam skala besar dikategorikan demokratis atau monarkis.
Salah satu potret kepemimpinan juga dapat dilihat dari filosofi yang digunakan dalam menjalankan roda organisasi atau mengelola kewenangan dan tanggungjawabnya. Ada yang menonjol idealismenya sebagaimana aliran Plato, adapula yang realistis sebagaimana ajaran Aristoteles, namun banyak juga yang model Machiavelli, yakni boleh benar atau salah, yang penting tujuan tercapai. Tentu semuanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.


 2019, Filsafat, Marsigit, Philosophy, Marsigit Philosophy, UNY, PEP
MARSIGIT, MARSIGIT, MARSIGIT, MARSIGIT, MARSIGIT, MARSIGIT,
marsigit, marsigit, marsigit, marsigit, marsigit, marsigit, marsigit, marsigit, marsigit
Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit, Marsigit
2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019, 2019
Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat, Filsafat
Philosophy, Pilosophy, Philosophy, Philosophy,Philosophy, Pilosophy, Philosophy, 
UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY, UNY
PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP, PEP